Asyiknya Ngentot dengan Tante Girang Kesepian
Papi ulang Tahun kemarin mengahadiahkanku sebuah mobil,aku bersyukur banget dengan itu aku bisa ajak dating-dating cwek kampus donk.Oke next time papi berpesan agar aku membagi waktu dalam soal apapun biar kul ku tidak terbengkalai.Indahnya semua ini ibarat berada dalam sebuah mimpi’padahal memiliki mobil adalah mimpiku tapi sekarang jadi kenyataan bersyukur banget Pada Tuhan.Ah gak usah bagi-bagi info mobil baruku langsung aja nih aku akan bercerita tentang pengalaman hot yang pernah terjadi pada masa remajaku.Sebelumnya, perkenalkan namaku Frans, usia ku 21 tahun masih tergolong muda, Coba-coba mengasah dalam karya tulis siapa tahu dan ini adalah pertama kalinya aku mengirim cerita di sini, sebagai sharing untuk teman-teman yang ada di Cerita Seks Aku adalah seorang warga keturunan, saat ini aku sedang kuliah di sebuah PTS di Jakarta. Tinggi badanku 180 cm, berat badan ku 67 kg. Aku adalah anak pertama dari dua bersaudara. Mohon maaf jika bahasanya ada yang tidak tepat, karena aku belum berpengalaman dalam bercerita, dan kosakataku dalam berbahasa juga kurang, tapi semoga teman-teman masih mengerti maksud dari ceritaku ini. Jika ada saran atau kritik tolong email saya.
Tak terasa sudah berapa kali kami bertemu, dan akhirnya aku menjadi benar-benar akrab dengan tante Lin.. dan tante Lin mengajaku untuk menginap ditempatnya. Semula aku menolak, tapi tante Lin tetap memaksa seperti anak yang manja, akhirnya aku terima ajakannya. Aku hanya pura-pura menolak, tapi sebenarnya aku mau menginap ditempatnya.
Karena aku dan tante Lin sudah akrab, maka aku memberanikan diri bertanya-tanya sesuatu yang “nakal”.
“tante ngga ngerasa kesepian, kalau malem-malem ga ada yang temenin tidur.. hehe..”, candaku pada tante Lin..
sebelumnya tante Lin tampak terdiam tidak mau menjawab, hanya tertawa kecil, tapi akhirnya, “Nakal juga kamu ya..”
“emang sih kesepian.. tapi mau gimana.. ga ada yang menghibur.. “, lanjutnya dengan sedikit mengeluh.
“hahaha.. kalau tante bole.. aku mau menghibur tante..”, candaku lagi.
“haha.. emangnya kamu bisa apa.. belum ada pengalaman, trus ntar malah tante yang kecewa..”, tanyanya, sambil memancingku.
“iya.. tapi setidaknya aku pernah liat dan tau cara-cara ama
posisi-posisi nya..”, candaku dengan sedikit menantang.
“yuk masuk aja.. tambah dingin aja nih di sini..”, ajaknya dan mengubah topik. Dan kami pun masuk kedalam.
Tante Lin memintaku mengunci pintu, setelah selesai menguncinya, ternyata tante Lin masih berdiri di sana. Kami saling bertatapan, cukup lama, tapi tidak berbicara satu katapun. Pikiran ku mulai kacau, dan berpikir yang tidak-tidak. Benar saja, tiba-tiba tante Lin memegang kedua tanganku, dan dengan senyuman nakal menarikku ke sebuah kamar, kamar yang disediakannya buatku selama aku menginap di tempatnya.
Tante Lin langsung saja mendatangiku, meloncat dan duduk diatas pahaku, kedua tangannya memegang erat rambut belakangku. Dan dengan tiba-tiba tatapan matanya berubah menjadi tatapan nafsu yang sangat besar.
“Tunjukin ke tante kalau kamu emang tau cara-caranya..”, setelah itu langsung saja dia mencium bibirku dengan buasnya, tangannya yang memegang kepalaku bergerak-gerak memegangi dan menjambaki dengan kuat seluruh rambutku. Tubuh kami bergerak maju mundur mengikuti gerakan kepala kami. Lidahnya bergerak-gerak dengan cepat di dalam mulutku, aku membalasnya dengan menggerak-gerakan lidahku juga. Ternyata saat itu aku baru sadar bahwa nafsu seks tante Lin ternyata besar sekali, dapat kulihat dari caranya, bagaimana tante Lin ingin melumat lidahku. Ketika lidahku masuk dan meraba-raba rongga mulutnya, giginya mengigit-gigit dan mengisap-isap lidahku seperti mau menelannya bulat-bulat, kami seperti sedang bermain pedang-pedangan dengan lidah didalam mulut kami.
“emmm.. emmmm.. ssshhh..aaahh.. ssshh.. aaahh..”, suaranya mendesah.
Kupegang kedua pahanya, kuleus-elus bagian dalam serta luarnya, sampai akhirnya aku menaikan kedua tanganku dan mencengkram sekuat-kuatnya kedua pantatnya yang bulat itu.
“ahhh….”, teriakannya kecil.
Tangan kananku memeluk erat-erat pada pinggangnya yang ramping itu, sampai buah dadanya itu terjepit diantara tubuh kami. Karena aku ingin merasakan kedua buah dadanya menempel didadaku, Begitu besar, begitu empuk, dan betapa dapat kurasakan kedua putingnya mengeras di dadaku.
Tangan kiriku tetap memegang kedua pantatnya itu, kumasukkan tanganku kedalam celana karetnya, berulang kali aku meremas-remas pantatnya itu dengan kuat-kuat, lalu kuelus-elus dan kuraba-raba, “aaahh..”, suara itu yang sangat ingin aku dengar dari mulutnya.
Akhirnya kumasukkan jari-jariku kedalam belahan kedua pantatnya. Dengan jari-jariku dapat kurasakan hangat disekitar lubang pantatnya itu. Aku bermain-main dengan jari-jariku dan aku gelitik-gelitik luang duburnya itu, dan terasa tubuhnya berkejut-kejut kegelian, tangan kanannya
memegang kuat-kuat pergelangan tangan kiriku untuk menahan rasa geli jari-jariku di duburnya. Jariku dapat merasaka bagaimana duburnya mengejang kegelian.
Setelah cukup lama kami berciuman, tante Lin melepaskan bibirku, lalu dia berdiri dan membuka baju, celana dan CDnya. Dan kulihat pemandangan yang begitu menakjubkan ketika tante Lin mengangkat kedua tangannya, dadanya yang besar itu ikut terangkat, lalu turun dan begoyang-goyang, ahh… betapa beruntungnya aku dapat melihatnya dengan begitu dekat.
Aku tidak malu-malu lagi, maka kulepas juga semua pakaianku, sampai kami benar-benar telanjang bulat. Aku tak sempat melihat semua bagian tubuhnya, tapi yang pasti bulu-bulu di sekitar mem*k tante Lin itu telah dicukur habis, membuat mem*knya terlihat lebih bersih dan lebih
segar. Adikku sudah mencapai 80%.
“dicukur tante..?”, tanyaku, tante Lin hanya membalas dengan senyuman dan tidak berkata apa-apa.
Setelah itu kami lanjutkan lagi ciuman kami, semakin lama mulut kami semakin penuh dengan ludah kami yang telah bercampur, begitu kental, begitu nikmat, dan begitu banyak sampai menetes keluar dari sela-sela mulut kami, dan sampai aku merasa seperti sedang meminum segelas air
ludah kenikmatan bersama-sama tante Lin. Tiba-tiba tante Lin menyedot semua ludah-ludah itu kemulutnya dan melepas mulutku. Dengan tatapan mata dan senyuman yang nakal, tante Lin mengeluarkan air ludah itu, membiarkannya mengalir seperti air terjun, dari mulutnya ke dagunya, lehernya, membasahi dadaku dan dadanya, dan akhirnya turun sampai ke pangkal paha kami, membuat gesekan tubuh kami terasa menjadi lebih licin. Melihat itu, mulai kuarahkan kepalaku untuk menjilati air ludah, tapi tidak kutelan, mulai dari sudut-sudut bibirnya, lalu dagunya,
lehernya, betapa air ludah itu terasa lebih nikmat, karena telah bercampur dengan keringat tante Lin.
Kubungkukkan badanku sedikit, sehingga mendorong tubuh tante Lin sedikit kebelakang, dan akhirnya mukaku sampai tepat didepan dadanya,
“besar banget tante..”, kataku spontan, aku tidak melihat matanya, tapi aku tahu kalau dia tertawa gembira.
Kubaringkan badanya ke ranjang, tante Lin dibawah dan aku diatas menindihnya. Lalu kuciumi, kusedot-sedot dan kugigit-gigit kecil puting susunya, tanganku meremas dadanya yang lain, jariku secara refleks mulai memutar-mutar dan mencubit-cubit kecil puting susunya.
“aaahh..”, desahnya.. Kubuka mulutku selebar-lebarnya dan dengan sedikit memaksa aku mencoba “memakan” dadanya sebanyak mungkin. Aku ingin “menelan” semua dadanya. Kuremas, Kugigit, kujilat dan kusedot, semua itu kulakukan berulang-ulang kali sampai aku puas.
“ssshhh..aahhh..aah..aah..”, desahannya semakin membuat nafsuku menggebu-gebu.
Akhirnya aku sampai di depan mem*knya, yang ternyata sudah basah, aku mencium bau harum dan lembut dari mem*k dan disekitar pangkal pahanya.
“aaaaaaaaahhhh………..”, suara desahannya yang rendah, dan semakin kuat tante Lin menjambak rambutku.
Kujilati mem*k nya seperti sedang menjilat es krim, es krim yang tidak akan pernah habis. Setelah itu aku belutut di ranjang dan mengangkat pantatnya tinggi-tinggi, sehingga kedua lututnya berada di dekat dengan kepalanya, selama dalam posisi kepala dan kaki dibawah tapi pantatnya terangkat seperti itu, kedua tangannya hanya bisa memegang pantatnya, menarik kekanan dan kekiri, sehingga lubang vagina dan lubang pantatnya dapat kulihat dengan jelas. Tangan kiriku memegang perutnya, dengan
badan kutahan punggungnya supaya posisinya tidak berubah. Dan dengan jari tengah serta telunjuk tangan kanan, kumasukkan kedalam vaginanya, kedua jariku bermain-main, berputar kiri-kanan, dan keluar masuk di
lobang vaginanya.
“aaaahh… aaaahh..aaaahhh.. eennaaaakkk…”, kata tante Lin sambil memejamkan mata, membuatku semakin bersemangat memainkan vaginanya.
“jangan berhentii…. trussss…. aaaahh…”
Setelah cukup lama aku bermain-main dengan mem*knya, akhirnya tubuh tante Lin seperti kejang-kejang, dan bergerak-gerak dengan cepat serta kuat, sampai aku sedikit kewalahan menahan posisinya.
“aaaah.. aaaa..aaaaaaaaaaaaahh..”, kata tante Lin, sembari tubuhnya mengejang-ngejang, lalu keluar cairan putih kental yang cukup banyak dari dalam vaginanya, membasahi tanganku dan daguku, dan menyebar ke dadaku dan perutnya, aku tidak tahu cairan apa itu, baunya pun tidak
begitu sedap.
“haah.. hah.. hah..hah..”, suaranya kecapekan, disertai keringat yang bercucuran dan tubuhnya mulai melemas. Tangannya pun jatuh terkulai keranjang, tante Lin terlihat seperti orang yang sudah KO.
“Jilatin franss… jilatin yaa.. sampe bersih…”, kata tante Lin
dengan manja.. Semula aku tidak mau, tapi setelah mendengar permintaan manja tante Lin, akhirnya kulakukan juga. Padahal penisku saja belum kumasukan kedalam vaginanya, tapi tante Lin sudah kecapekan. Tapi aku
juga sebenernya sudah kecapekan berada di posisi seperti itu, tanganku sudah pegal-pegal, tapi nafsu dan semangatku masih besar, karena aku belom puas, jadi tidak boleh putus di tengah jalan.
“hahh.. franss.. jari kamu bener-bener nakal..”, katanya
terengah-engah.
“sini frans..”, panggilnya sambil menarik kepalaku mendekat ke mukanya.
Dengan begitu aku menindih badannya, dadanya yang besar itu mengganjal tubuhku, dan kubiarkan juga penisku terjepit diantara tubuh kami. Aku dapat merasakan detak jantungnnya, desahan nafasnya yang telah kecapekan. Kedua tangannya melingkar memeluk leherku, kakinya juga
melingkat dan melipat di punggungku. Tanganku memegang pinggangnya, meraba-raba dari atas ke bawah, dan satunya lagi mengelu-elus rambutnya yang panjang dan terurai itu. Tubuhnya benar-benar dibasahi oleh keringat. Aku sengaja menggerakkan tubuhku maju-mundur, sengaja membuat penisku yang masih tegang itu mengosok-gosok mem*knya, sengaja kuraba-raba pinggiran dadanya yang ikut berbergerak maju mundur, kulakukan supaya dapat membuatnya bernafsu lagi.
“frans, tante suka banget cara lu ngobokin vagina tante..”, kata tante Lin memjuaku.
“jadi gimana.. tante puas ga..”, tanyaku.
“puas banget.. baru begitu aja tante uda kecapekan..”, katanya sambil memegang pipiku dan menatap mataku dalam-dalam.
“tapi tenang aja.. tante masi kuat kok..”, lanjutnya menggoda.
“hhmmppp… hmmppp.. hemmmpp…”, desahannya menjukkan bahwa tante Lin masih bernafsu. Perlahan-lahan aku mulai merasakan putingnya mengeras kembali didadaku, tangan dan kakinya memeluk tubuhku dengan lebih erat.
Cukup berapa menit saja, dan air ludah mulai memenuhi mulut kami.
Tante Lin mendorong tubuhku kesamping, dan kamipun berganti posisi, aku dibawah dan tante Lin diatas. Disedotnya kembali semua air ludah itu, perlahan-lahan tante Lin menegakkan badannya. Tante Lin pun melakukan hal tadi, mengeluarkan air ludah itu sedikit demi sedikit ke dadaku,
perutku, lalu akhirnya membanjiri tubuhnya sendiri, air ludah itu terus turun dengan cepat sampai membasahi penisku yang berada terjepit diantara bagian dalam pangkal pahanya dan tubuhku.
Dengan senyuman dan tatapan mata nakal, tante Lin memundurkan tubuhnya, lalu membungkuk, sambil memegang penisku, tante Lin menumpahkan sisa air ludah itu ke penisku.
“wow.. lumayan juga punya kamu yaa…”, katanya dengan bernafsu, sambil memegang erat penisku.
“tadi sudah giliran kamu.. sekarang giliran tante buat kamu
kecapekan..”, setelah itu, tante Lin mulai mengecup kepala penisku.
“Aaah…”, kataku karena rasa nyeri di buah pelirku.
Dengan posisi kakiku yang terbuka lebar, tanpa banyak bicara lagi, tante Lin dengan tatapan nakalnya mulai menjilati dari pangkal batang sampai keujung penisku. Tanganku memegangi rambutnya, karena aku ingin melihat pemandangan yang tak ingin aku lewati, bagaimana tante Lin menjilati penisku dengan nafsunya. Digititnya kecil ujung penisku, rasanya geli sekali. Dikulum-kulumnya penisku, dijilatnya seperti sedang menjilat batang eskrim kenikmatan yang tidak akan pernah habis.
Sekarang giliran buah pelirku ikut di”makan”nya, dimasukkan kedalam mulutnya bersama dengan bulu-buluku. Lidahnya bermain dengan cepat didalam mulutnya, sesekali pelirku seperti sedang dikunyah oleh tante Lin. “aaahh..”, teriakku kecil, menahan sakit.
giginya. Geli sekali.
Cukup lama tante Lin bermain-main dengan penisku, kira-kira hampir setengah jam, akhirnya aku sudah tidak tahan lagi.
“aaaaa.. tanteeeee…”, teriakku panjang.
Mendengar seperti itu, tante Lin makin mempercepat gerakan mulut dan tangannya. Otot kakiku sudah mengejang menahannya, akhirnya.. crrttt.. crrttt.. keluar juga spermaku. Tante Lin tidak mengeluarkan penisku dari mulutnya, dengan nafsu tante Lin menjilati semua spermaku, tidak dibiarkannya setetespun mengalir keluar. Semuanya ditelan tanpa sisa, bahkan penisku masi disedot-sedotnya. Begitu bernafsunya sampai tante Lin terlihat seperti wanita yang benar-benar kehausan akan spermaku.
“aaahh.. punya kamu hangat sekali rasanya.. nikmat banget..”, kata tante Lin.
“ha ha.. sekarang kita satu sama..”, lanjutnya dengan gembira, sambil menindih badanku.
“enak sekali tante.. tante jago banget..”, kataku, menikmati bagaimana enaknya pengalaman dioral oleh seorang wanita cantik.
“kamu juga hebat.. tante suka de sama kamu.. bisa tahan selama itu…”, balasnya nakal.
Tak banyak bicara, tante Lin mengecup dahiku.
“kita bobo dulu aja ya sekarang.. tante pengen lanjut tapi lemes banget rasanya..”, katanya.
“iya tante.. aku juga capek banget.. tante emang top..”, balasku.
Tampak tante Lin tersipu malu dan tertawa kecil. Sebenernya nafsuku masih besar, tapi keadaan tubuhku tidak memungkinkan. Aku juga tidak mau memaksa tante Lin yang sudah sangat kecapekan.
Begitu lemas, akhirnya kami tidur berpelukan, saling menghangatkan. Kupeluk erat-erat tubuh tante Lin seperti sedang memeluk bantal, aku masih ingin merasakan dadanya yang besar itu. Dengan pahanya tante Lin mengelus-elus pahaku.
Aku merasa senang sekali mesikpun aku tidak puas malam itu.
m aaantaffff